Bayangkan dunia ini adalah sebuah wajan berukuran raksasa, dan kita semua adalah bahan-bahan mentah yang akan dimasak oleh sosok yang bernama “hidup”.
Kita mungkin tidak tahu apa yang ada dalam buku resep kehidupan kita masing-masing: Akan diapakan kita, akan menjadi masakan apa, akan dimasak dengan cara apa. Tapi yang pasti, kita tidak akan sendirian dalam wajan itu, karena akan ada orang-orang lain yang telah ditunjuk oleh Semesta untuk bersama dengan kita dalam wajan itu. Dimasak sama, dihidangkan bersama.
Sangat menyenangkan jika ternyata kita dan orang-orang itu, sebagai sekumpulan bumbu dan bahan masakan, saling melengkapi sehingga membuat masakan itu, hidup kita, menjadi lezat. Tapi bayangkan jika ternyata kita dan orang-orang itu berselisih rasa. Hidup tidak lagi menjadi nikmat, tapi malah saling menyakiti.
Bumbu salad, misalnya, akan terasa aneh jika dimakan dengan durian. Bukan hanya rasanya sangat tidak aneh dan tidak nyaman, tapi juga mungkin akan membuat perut mulas.
Saya adalah orang yang tidak pernah mau memaksakan diri untuk mencampur diri saya ke dalam masakan yang tidak seharusnya menerima keberadaan saya di sana. Dan saya juga tidak senang jika dalam masakan saya ada “bumbu” atau “bahan masakan” lainnya yang masuk begitu saja. Mungkin tetap bisa saja disantap, terutama ketika perut sangat lapar, tapi tetap saja lebih baik tetap berpegang pada buku resep yang sudah terbukti enak dan nyaman untuk disantap.
Mengapa santan dalam opor terasa enak tapi tidak akan enak lagi rasanya ketika dicampur dalam sup jagung? Ya karena memang tidak mereka seharusnya tidak bersama. Dan tidak perlu alasan yang jelas untuk itu, karena perihal kecocokan memang tidak bisa dijabarkan dengan cara apa pun. Cocok ya cocok, tidak ya tidak.
Kita mungkin tidak tahu apa yang ada dalam buku resep kehidupan kita masing-masing: Akan diapakan kita, akan menjadi masakan apa, akan dimasak dengan cara apa. Tapi yang pasti, kita tidak akan sendirian dalam wajan itu, karena akan ada orang-orang lain yang telah ditunjuk oleh Semesta untuk bersama dengan kita dalam wajan itu. Dimasak sama, dihidangkan bersama.
Sangat menyenangkan jika ternyata kita dan orang-orang itu, sebagai sekumpulan bumbu dan bahan masakan, saling melengkapi sehingga membuat masakan itu, hidup kita, menjadi lezat. Tapi bayangkan jika ternyata kita dan orang-orang itu berselisih rasa. Hidup tidak lagi menjadi nikmat, tapi malah saling menyakiti.
Bumbu salad, misalnya, akan terasa aneh jika dimakan dengan durian. Bukan hanya rasanya sangat tidak aneh dan tidak nyaman, tapi juga mungkin akan membuat perut mulas.
Saya adalah orang yang tidak pernah mau memaksakan diri untuk mencampur diri saya ke dalam masakan yang tidak seharusnya menerima keberadaan saya di sana. Dan saya juga tidak senang jika dalam masakan saya ada “bumbu” atau “bahan masakan” lainnya yang masuk begitu saja. Mungkin tetap bisa saja disantap, terutama ketika perut sangat lapar, tapi tetap saja lebih baik tetap berpegang pada buku resep yang sudah terbukti enak dan nyaman untuk disantap.
Mengapa santan dalam opor terasa enak tapi tidak akan enak lagi rasanya ketika dicampur dalam sup jagung? Ya karena memang tidak mereka seharusnya tidak bersama. Dan tidak perlu alasan yang jelas untuk itu, karena perihal kecocokan memang tidak bisa dijabarkan dengan cara apa pun. Cocok ya cocok, tidak ya tidak.
Yang benar adalah harus saling mengenyangkan, bukan malah saling meracuni.
Jangan dipaksa.
Jangan memaksa.
Jangan terpaksa.
Jangan paksa.
0 Bacotan:
Posting Komentar
hey , no SARA oke :)