Cinta sebenarnya memang dilahirkan untuk dimiliki,
bukan oleh orang lain tapi oleh yang mencintai.
Tapi bukankah cinta seharusnya membebaskan?
Karena cinta yang dipaksakan tak lebih baik dari pasung di sepasang kaki orang (yang dianggap) gila.
Memang seharusnya cinta tak boleh dipaksakan,
tapi tak mungkin juga membohongi nurani dengan membiarkannya pergi, untuk tinggal dalam genggaman hidup orang lain.
Bohong itu!
Dusta itu!
Bunuh saja aku!
Boleh jadi yang ditinggalkan lalu menjadi gila.
Ah, benarkah cinta bisa jadi sekeji itu? Dahsyatnya cinta saya mengerti,
tapi yang saya tahu,
cinta itu tidak akan melukai.
Ia hanya memberi,
memberi,
dan memberi - tanpa mengharap imbalan.
Cinta yang membuat gila menurutku bukanlah rasa cinta,
tapi rasa ingin memiliki.
Sementara, seperti yang saya katakan tadi,
cinta itu seharusnya memiliki.
Jangankan kau.
saya pun tidak dapat menjelaskannya dengan cara yang lebih baik.
Kebodohan-kebodohan karena cinta.
Kegilaan-kegilaan karena cinta.
Cinta, cinta, cinta.
Cinta melulu.
Bosan, bosan, bosan.
Tapi tak kunjung jera.
Mungkin sebaiknya kita membiarkan cinta untuk menentukan jalannya sendiri,
kemana ia mau singgah untuk menetap,
kemana kakinya ingin ia langkahkan.
Sedekat, atau sejauh apa pun.
Dalam pelukan kita, atau dalam manusia lain.
Dan saya rasa ia akan sangat mafhum jika ternyata kita lalu memalingkan wajah dan membunuhnya pelan-pelan ketika ia tidak memilih kita.
Ketika cinta itu menjadi asing di mata kita,
dan kita menjadi asing baginya.
Layaknya tak pernah bertemu, bersentuhan, memeluk, dan berharap.
Seharusnya ia mafhum,
karena dia cinta,
bukan obsesi atau rasa penasaran yang pendek usianya.
Selamat malam, para pencinta.
salam super sahabat,
BalasHapustetap semangat dan sukses selalu ya
ditunggu kunjungan baliknya :)
@Saif : halo thank you banget ya udah mampir blog aku :) oke nanti mampir :)
BalasHapus