Bahkan hati ini telah memisau kini,
siap menikam segala semburat bencimu terhadap adaku.
Aku kini membencimu bukan karena kau membenciku.
Bukan.
Jika memang begitu seharusnya aku telah membencimu sejak empat ribu tujuh ratus empat puluh lima detik lalu,
ketika aku bahkan belum paham hal benci-membenci.
Sejak dulu yang kugenggam hanya ketumpulan kepekaan yang kusengaja,
agar aku tak lantas mengecap sengat-sengat benci yang senantiasa kau tebar.
Ketika kemudian banyak bibir meludahi namamu dan mencela-cela angkuhmu pun aku tak lantas menjadi senang karenanya.
Maafku telah melimpah atasmu,
jauh sebelum kau memintanya sebagai sebuah kepalsuan sandiwara ketika kaudapati aku yang tak lagi terpejamkan ketidakmengertianku terhadap urat-urat kebencian di wajahmu dulu.
Tapi ternyata permintaan maaf palsumu tidak membuat kau menyurutkan kebencianmu terhadap kembaliku kini.
Meski tak lagi tersurat melainkan telah tersirat kini,
aku tetap dapat dengan mudah mengendusnya.
Gerak tubuh hangat palsumu tak membuatku terlena.
Hingga ketika beberapa ratus menit yang lalu aku seketika menangkap kebencian dalam sorot mata keruh milikmu,
aku tak lagi menjadi tahan.
Aku muak semuak-muaknya.
Aku lalu menggeliat dan kebencian perlahan tumbuh meraksasa dalam asa milikku.
Ia tumbuh,
meninggi,
mendesak seluruh ketumpulan kepekaan yang selama ini kubangun di tengah siraman kebencian darimu.
Kini ia hidup.
Dan aku bersumpah akan menjadi berani untuk membencimu.
nice i-blog
BalasHapus:)
kapan-kapan kalo lagi jalan2
bolehlah mampir digubug ane mbk....
http://segores-pena.blogspot.com/
wah thank you :)
BalasHapussudah mampir kok ane , bagussss .
jarang ada cowok bisa puitis juga hahaha