Kening saya berkeringat memikirkannya.
Dalam kejahilan, saya tersenyum takut sambil berharap. Sudikiranya ada hati disurga sana yang tersentuh, ketika jari terkecil kita saling mengait mengucap janji cinta untuk selama-lamanya.
Kita tahu, kuasa yang tanpa batas itu terlalu kuat untuk memisahkan cinta yang seumur jagung.
Sangat bisa, memori yang sudah terkemas menjadi hilang dan kita lupa segalanya. Atau yang lebih pasti, maut merenggut salah satu dari kita sekalian, biar semuanya lega. Tidakkah itu lebih baik daripada menatapmu menangis didalam kesendirian yang kejam?
Tapi memang hati kita sudah terlanjur berdosa.
Ini sportif.
Berani-beraninya kita mengikrarkan cinta setia, diantara kesetiaan kita pada yang kuasa. Belum lagi, kita juga harus ikut setia pada kesetiaan mereka.
Jadi tidak mungkin juga ada orang bijak yang berkata ;
“Setialah pada yang kau cinta, pada yang kau sayang, dan pada Yang kau sembah,” jika kita masih terperangkap diperbedaan dan pertentangan yang indah ini.
Ah, apa ini karena keberanian kita telah melangkahi batas, atau cinta yang kita punya tidak terbatas?
Bingung bukan?
Ayo, selami lagi saran mereka yang berkali-kali kita tampung. Mungkin selama ini kita cuma mengabaikannya.
- Pikirkan akibatnya!
Ya, ya, ya. Masuk akal. Tetapi memikirkan akibatnya dengan membarenginya dengan memikirkanmu, terasa pedih. Alhasil, lagi-lagi saya terlalu sanggup menuruti hati yang tidak mampu kehilanganmu.
Tapi apa kita bisa kehilangan yang lain?
Nonton horror saja, kita masih terkaget-kaget.
Bodoh!
Jadi kita harus berbuat apa? Pergi kerumah masing-masing, diam dikamar menatap kenyataan, lalu esoknya keluar dengan riang gembira? Jika saya bisa melakukan itu, panggil saya “WONDERWOMEN!”
Ya, seharusnya para penentang itu bisa berpikir, bahwa cinta tidak semudah itu.
Saya sudah banyak berkaca tentang kekurangan saya yang dibenci mereka. Sudah saya bolak-balik pula data-data kelemahanmu yang sudah tersimpan didalam kepala.
Terus apa?
Kesimpulannya cuma satu. Yaitu mereka tidak mau melihat agungnya sebuah “Penerimaan apa adanya.”
Kita tidak sengaja menciptakan hal ini. Benih-benih yang sekarang tumbuh dihati bukanlah berasal dari kita. Ayo, dari mana??!
Okay, kita memang pembangkang yang harus dipaksa. Tetapi siapa yang menyuruh mereka jadi pemaksa?
Dua sejoli hebat seperti kita kan, butuh udara segar. Tersesak rasanya jika dikurung peraturan hidup yang kolot. Saya rasa sudah cukup, jika mereka hanya memandangi hubungan kita sambil mengelus-elus dada.
Karena apalagi arti kata dewasa.
Oh gila!
Tidakkah ada yang sadar, bahwa hati yang tidak buta ini berada dalam posisi saling mencintai? Saya yakin, Tuhan yang merencanakan segalanya itu, mengetahui jeritan hati kita. Jika suatu hari kita dipisahkan, itu terserah Tuhan, kan? Bukan terserah manusia!
Kita sadar bahwa kita adalah dua insan yang tidak nyaman jika mencintai dalam keadaan berbeda, apalagi berdosa. Tuhan punya waktunya sendiri dan kita butuh waktu untuk menantikan-Nya mengetuk palu. Siap atau tidak siap, harus.
Sayang, coba dengarkan saya yang agak berlagak Sok bijak ini ;
Ada baiknya kita bertanya secara sungguh-sungguh didalam doa kepada Tuhan kita, tentang “mengapa kita dipertemukan, jika bukan untuk dipersatukan?”
Sambil menunggu datang jawab-Nya, biarlah kita nikmati dasyatnya mencintai dibalik jeruji besi.
Sampai detik ini, kita sama dengan hebat.
Detik berikutnya, terserah.
* Sebuah colekan genit untuk cinta beda agama
Jogja, sekian-sekian-sekian
dan saya masih seorang pembangkang :D
0 Bacotan:
Posting Komentar
hey , no SARA oke :)